Air Untuk Kehidupan (WORLD WATER FORUM KE 10 TAHUN 2024)

Air Untuk Kehidupan (WORLD WATER FORUM KE 10 TAHUN 2024)
World Water Forum adalah acara internasional di dunia yang membahas isu-isu terkait air. Acara ini menjadi ajang bagi para pemimpin dunia, ilmuwan, praktisi, dan masyarakat untuk berdiskusi dan mencari solusi terhadap tantangan air global.
World Water Forum ke-10 digelar di Nusa Dua Bali pada 18–25 Mei 2024 mengangkat tema “Air untuk Kesejahteraan Bersama” atau Water for Shared Prosperity. Terdapat enam subtema yang terdiri dari Ketahanan dan Kesejahteraan Air; Air untuk Manusia dan Alam; Pengurangan dan Manajemen Risiko Bencana; Tata Kelola, Kerja Sama dan Diplomasi Air; Pembiayaan Air Berkelanjutan dan Pengetahuan dan Inovasi
Salah satu diskusi membahas tentang pengelolaan resiko banjIr dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Intensitas kekeringan dan curah hujan ekstrem meningkat tajam secara global selama 20 tahun terakhir sehingga memicu gagal panen, kerusakan infrastruktur, dan banyak korban jiwa. Fenomena ini dinilai bukan karena anomali cuaca tapi tren akibat pemanasan global menguat beberapa dekade terakhir.

Judul : Air Untuk Kehidupan (WORLD WATER FORUM KE 10 TAHUN 2024)
Nurul Fajar Januariadi Koordinator Diskusi dan Akademisi dari Universitas Pertamina menjelaskan diskusi yang berlangsung untuk mencari solusi akan kondisi banjir di masa depan itu dipengaruhi oleh perubahan iklim. “Didalam kegiatan ini kita berdiskusi sebenarnya, kita melihat contoh -contoh kasus di dunia dalam menghadapi perubahan iklim, dan bagaimana cara mengatasinya,” jelasnya.
Sementara itu diskusi lainnya menyoroti tentang local wisdom atau kearifan local dalam pengelolaan air bertajuk : Subak and Spice Routes: Local Wisdom Water Management. Provinsi Bali punya sistem irigasi Subak telah ada sejak ribuan tahun silam dan bertahan sampai kini karena dijaga secara turun temurun. Subak yang dikelola masyarakat adat Bali melalui mekanisme irigasi berlandaskan filosofi Tri Hita Karana (keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan) yang dinilai mampu menjadi contoh harmonisasi hubungan antara air dengan manusia.
Di 29 Juni 2012 UNESCO pun telah menetapkan bahwa Subak sebagai warisan budaya dunia Namun keberadaan Subak Sendiri punya tantangan sebagai warisan budaya dunia. Sugi Lanus seorang budayawan mengemukakan contoh pelanggaran terhadap pengelolaan SUBAK ini. “ TIdak ada regulasi yang konkrit di ring berapa mesti membangun, masih ada pelanggaran,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Hilmar Farid mengungkapkan kearifan lokal soal tata kelola air sudah melekat di masyarakat Indonesia dan melalui diskusi di world water forum ini bisa menemukan Solusi yang efektif. “Air memegang peranan yang sentral, karena kita tahu krisis air, lingkungan, tidak bisa diselesaikan dengan satu pendekatan ilmu saja, ada keinginan untuk terus bersama dan menemukan solusi,” Jelas Farid.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Hilmar Farid masih terus melalukan perlindungan terhadap kekayaan Intelektual. “Kata yang paling tepat itu kita belum solid, tapi kalau cara pandangnya sudah solid, untuk mengarahkan sumber daya yang diperlukan itu tentu akan mudah, kuncinya Sekarang ini adalah mencapai kesamaan persepsi apa sih hal yang paling mendesak.” tambah Farid diakhir sesi wawancara.
Air merupakan elemen mendasar bagi semua aspek kehidupan. Air menjadi sumber kehidupan yang mendukung kesehatan, produksi pangan hingga keberlangsungan suatu ekosistem. Forum tiga tahunan yang mengangkat tema “Air untuk Kesejahteraan Bersama” atau “Water for Shared Prosperity” ini menjadi harapan bagi negara-negara yang terdampak sebagai wadah untuk menyuarakan pendapat hingga menggodok solusi bersama-sama. By: Kesia